Hadiah Buat Nenek

Rabu malam lalu, untuk pertama kalinya sejak Kakek meninggal, Nenek berkunjung ke rumah kami. Nenek sudah tidur waktu aku pulang kerja sekitar jam setengah sepuluh malam. Suara dengkurnya terdengar sampai ke ruang tengah, tempat aku makan malam sambil nonton TV. Ibu, yang menemaniku makan malam, mengatakan Nenek hanya menginap semalam. Besok malam Nenek pulang.
Aku baru bertemu Nenek sepulang salat subuh di masjid, saat dia sedang memasak sarapan pagi bersama Ibu. Nenek terlihat antusias mendengarku bercerita tentang pekerjaanku; tentang aku naik kereta ke kantor, kantorku yang di lantai 22, bosku yang cerewet, dan keinginanku untuk lanjut kuliah. Aku ingin sedikit lebih lama mengobrol dengannya, tetapi aku harus mengejar kereta jam 06.45.
Saat akan berangkat kerja, Ibu memintaku memberikan uang untuk Nenek. Katanya, uang itu jadi hadiah buat Nenek. Nenek pastinya senang dapat hadiah dari cucunya. Tentu saja aku tidak keberatan. Kukeluarkan seratus ribu dari dompet lalu kuberikan pada Ibu.
Sehabis magrib tadi Ibu dan Ayah mengantar Nenek sampai terminal. Di dalam bus, Ibu memberikan seratus ribu rupiah itu untuk Nenek, menyebutnya titipan dariku.
“Uang dari kamu dipegangnya terus,” begitu Ibu berkata padaku waktu aku baru saja pulang kerja.
* * *