Pangeran Buruk Rupa

Tepat di tengah hutan tampak seekor kelinci sedang memakan selembar sawi hijau untuk makan siangnya. Telinganya yang panjang bergerak ke naik-turun mengikuti gerak mulutnya. Ia sebenarnya tidak suka daun sawi. Ia lebih suka buah pir atau apel. Tapi tidak ada pohon pir di hutan ini, sementara pohon apel terlalu tinggi untuk dipetik.

Ia baru saja menghabiskan satu lembar lainnya ketika matanya menangkap benda bulat berwarna merah jatuh di hadapannya. Itu buah apel!

“Oh, beruntungnya aku,” ujar kelinci senang. Ia memungutnya dan menggigit sedikit demi sedikit apel itu.

Seekor ulat hijau kecil yang sedang asik tidur di dalamnya merasa terganggu.

“Aduh, jangan kaumakan rumahku!” seru si ulat.

“Maafkan aku,” sahut kelinci. “Kupikir tidak ada penghuninya,” kemudian ia meletakkan apelnya ke tempat yang lebih aman. Si ulat yang masih merasa kesal tidur kembali.

Tidak jauh dari situ, seekor kupu-kupu hutan melompat ke atas bunga mawar, melongok ke dalam mahkota bunga dan mendapatkan madu yang ditinggalkan para lebah.

“Madu mawar memang yang terenak,” ujar kupu-kupu, meminum madunya hingga menyisakan sedikit, dan setelah itu ia terbang dengan santai, angin sepoi-sepoi membuatnya mengantuk.

“Awas!” teriak kelinci ketika melihat kupu-kupu terbang mengarah ke wajahnya. Kupu-kupu berbelok dan mengenai ujung telinga kelinci. Kelinci merasa kegatalan.

“Maafkan aku,” kata kupu-kupu. “Angin membuatku mengantuk.”

Kelinci tertawa kecil. Ia duduk bersandar di sebuah pohon apel, meletakkan kedua tangannya di belakang kepala sambil menggigit sejumput rumput kuning. Kupu-kupu duduk di samping kelinci, menguap dua kali dan berkata,

“Kautahu, burung hantu bermimpi kalau pangeran buruk rupa akan pindah ke hutan ini.”

Rupanya kabar dari kupu-kupu membuat kelinci terbangun. Ia berkata, “Mimpi burung hantu selalu jadi kenyataan. Pangeran itu akan membuat buluku yang indah menjadi kotor. Pangeran buruk rupa juga membuat bunga-bunga layu dan aku tidak akan pernah bisa mencium wangi bunga.” Kemudian ia bangkit dan melompat-lompat menuju tepi sungai.

Kupu-kupu terbang mendahului kelinci, lalu berhenti terbang setelah melihat bunga dahlia. Ia berdiri di atasnya sambil membentangkan sayapnya yang indah.

“Itu karena kamu belum tahu cerita sebenarnya,” kata kupu-kupu, “Ia sebetulnya pangeran yang baik. Ia selalu merawat bunga-bunganya di taman sehingga aku bisa minum madu di sana.”

“Benarkah?” tanya si kelinci. “Aku tidak percaya.”

“Raja sangat sayang padanya. Tapi raja tidak ingin rakyatnya tahu kalau sang pangeran mempunyai rupa yang buruk. Karena itu ia membuatkan kamar yang indah untuknya. Tidak ada cermin di kamar itu. Di samping kamarnya ada kebun bunga yang indah, kami biasa bermain di sana. Pangeran memberi nama untuk kupu-kupu dan burung-burung yang mampir ke kebunnya. Ia memberiku nama Adeline. Aku senang nama itu karena aku memang suka kebebasan.”

“Aku akan buktikan kalau kamu itu salah,” kata kelinci, lalu melompat-lompat meninggalkan kupu-kupu.

“Mudah-mudahan kamu dapat belajar dari kebaikan hati sang pangeran,” teriak kupu-kupu hutan yang terbang mendahului kelinci.

*

Sementara itu, di sebuah istana yang indah, melalui jendela kamar pangeran buruk rupa memandang langit. Taburan bintang yang indah beserta cahaya rembulan tidak serta merta membuat cerah hatinya. Kegundahannya timbul bukan karena wajahnya yang buruk, tapi lebih karena tidak ada satu pun orang yang ingin berteman dengannya. Tentu saja, kecuali sang raja dan beberapa hewan yang sering main ke taman di samping kamarnya.

Tadi siang, dengan mengenakan jubah dan tudung, sang pangeran diam-diam pergi keluar istana untuk melihat keadaan rakyatnya. Matahari baru beranjak naik sedikit ketika ia melihat seorang anak laki-laki yang sedang menangis. Ia berjalan mendekatinya agar bisa lebih jelas mengetahui apa yang ditangisi anak itu. Rupanya anak itu ingin dibelikan mainan kereta kuda yang dibuat para pengrajin miskin dari desa di perbatasan. Tapi rang tua anak itu tidak memiliki banyak uang sehingga mereka membiarkan anaknya terus menangis. Pangeran buruk rupa merasa kasihan. Ia mengeluarkan sejumlah uang dari kantong dan memberikan kepadanya. Tapi anak itu tidak terlihat gembira saat diberikan uang Ia bahkan sangat ketakutan setelah mengetahui sesosok yang sedang berdiri di hadapannya. Ia berlari tunggang-langgang seakan baru saja melihat monster. Pangeran buruk rupa sangat sedih.

Menjelang tengah malam, seperti malam-malam sebelumnya, pangeran buruk rupa pergi ke dapur untuk mengambil sekarung roti, jagung dan gandum. Kemudian ia pergi keluar istana dengan melompat lewat jendela dapur sehingga tak seorang penjaga pun melihatnya. Ia berjalan menuju sebuah desa miskin yang tidak cukup jauh dari istana. Dan dengan sangat hati-hati ia membagikan makanan itu ke setiap rumah tanpa seorang pun yang mengetahuinya. Sudah lebih dari satu tahun ia melakukannya kegiatan itu, dan ia akan terus melakukannya karena ia sangat sayang kepada rakyatnya. Keesokan paginya, orang-orang akan mengambil makanan itu dan menyangka makanan itu jatuh dari langit.

Dari kejauhan si kelinci putih memerhatikan apa yang dilakukan pangeran dari semak-semak dan memuji tindakannya.

Ternyata ia memang seorang pangeran yang mencintai rakyatnya, kata kelinci dalam hati, Tapi apakah dia juga sayang kepada biantang?

Pangeran buruk rupa kembali ke istana dan kembali ke kamarnya tanpa diketahui oleh siapapun kecuali si kelinci yang mengikutinya dari belakang.

*

Matahari pagi bersinar cerah menyapa bunga-bunga di taman dan tersenyum pada sang pangeran yang sedang menyirami bunga-bunga. Burung-burung pagi berjejer di pagar mendengar alunan suara pangeran. Kelinci tertidur di rerumputan dekat bunga mawar. Bunga mawar membangunkannya dengan durinya yang tajam. Kelinci terkejut dan melompat menjauh dari bunga mawar.

“Hati-hati!” kata kelinci kesal.

“Selamat pagi,” sapa mawar tersenyum.

“Kelinci yang cantik,” seru seseorang dari belakangnya. Suara itu terdengar lembut dan halus. Tapi begitu mengetahui seorang berwajah buruk yang mengucapkannya, si kelinci pun melangkah mundur.

“Jangan takut,” kata pangeran buruk rupa. “Kau pasti belum makan. Tunggu di sini ya? Aku akan mengambil makanan untukmu.” Kemudian ia pergi menuju dapur dan kembali dengan membawa semangkuk susu dan roti manis.

Si kelinci ragu untuk mendekatinya. Jangan-jangan sang pangeran ingin meracuninya dan kemudian memanggangnya, demikian ia berkata dalam hati.

Kupu-kupu emas yang baru datang langsung terbang mendekati kelinci dan berkata,

“Tidak apa-apa. Makanlah.”

Kelinci mendengus-dengus, dua telinganya bergerak-gerak. Aroma roti sangat harum dan susunya terlihat nikmat. Kelinci pun tergoda, perutnya bunyi karena lapar. Ia mengigit ujung roti dan memakannya dengan lahap, lalu menghabiskan susu dan menjilat-jilat mangkuknya. Belum pernah ia makan makanan selezat itu.

“Aku menamakanmu Snowy, karena engkau seputih salju,” kata pangeran buruk rupa.

Snowy, kata kelinci dalam hati tersenyum. Nama yang bagus.

Malam kembali datang, pangeran buruk rupa kembali memandangi langit dari jendelanya. Ia menatap bulan, seolah-olah benda itu menjadi cermin baginya dan membayangkan dirinya yang rupawan sedang tersenyum. Bulan memandangi pangeran buruk rupa dengan sedih. Sedangkan kelinci memerhatikannya dari kejauhan, ikut merasakan kesedihannya.

Menjelang tengah malam, seperti malam-malam sebelumnya, pangeran buruk rupa mengambil makanan dari dapur, lalu keluar istana dan kemudian menuju desa di perbatasan untuk membagi-bagikan makanan kepada rakyatnya. Di belakangnya, kelinci Snowy melompat-lompat mengikutinya tanpa sepengetahuan sang pangeran. Setelah selesai membagikan makanan, pangeran buruk rupa kembali ke istana. Namun, belum sempat melangkah jauh, terdengar suara retakan ranting di belakangnya. Pangeran buruk rupa berhenti melangkah dan menengok ke arah asal suara itu. Tampak si kelinci putih terjepit dalam sebuah perangkap sedang meringis kesakitan.

Snowy?” kata pangeran buruk rupa. “Aku akan membebaskanmu.”

Kemudian pangeran buruk rupa menarik tuasnya sekuat tenaga sampai akhirnya si kelinci dapat bebas dan melompat-lompat menjauh.

Akan tetapi, inilah yang terjadi ketika pangeran ingin kembali ke istana.

“Lihat ke sana! Ada yang mau mencuri makanan kita!” teriak seorang pria tua, menunjuk ke arah pangeran buruk rupa.

Pangeran buruk rupa terkejut mendengarnya. Tidak berapa lama orang-orang sudah berkerumun ingin menangkapnya.

“Lihat wajahnya buruk sekali! Ia monster!” kata seorang wanita bertubuh gemuk yang membawa obor. Kemudian orang-orang mulai melempari pangeran buruk rupa dengan batu dan ranting kayu.

Pangeran buruk rupa bangkit dengan tubuh yang sakit, dan setelah itu dia mencoba berlari secepat mungkin. Tapi belum jauh melangkah, sebuah lubang membuatnya terjatuh. Orang-orang berdatangan lalu melemparinya hingga wajah dan tubuhnya terluka. Setelah melihat pangeran buruk rupa tidak bergerak, mereka pun pergi meninggalkannya. Tapi sebenarnya Pangeran buruk rupa hanya berpura-pura pingsan. Ia mampu bangkit berdiri dan berjalan dengan susah payah.

*

Cahaya matahari pagi bersinar menembus celah-celah dedaunan hutan, menghangatkan tubuh sang pangeran yang terbaring lemah. Ketika membuka matanya, ia melihat  kelinci, kupu-kupu hutan, rusa, kera, burung-burung yang berdiri di badan harimau.

“Kami tahu kejadiannya,” kata rusa.

“Kami akan merawatmu,” kata kera.

“Kami akan menjagamu,” kata harimau.

“Terima kasih,” kata pangeran buruk rupa. “Kalian memang baik hati, tapi aku harus kembali ke istana. Raja akan mencariku.”

Namun, tubuh pangeran buruk rupa terlalu lemah untuk berjalan, sehingga dia harus tinggal di hutan.

Sudah beberapa hari ini ia tinggal di rumah mungil yang terbuat dari kayu yang dikelilingi bunga-bunga beraneka warna. Kupu-kupu berterbangan ke sana kemari, burung-burung pun bernyanyi.

Sementara itu, di istana, sang raja gelisah karena kehilangan putranya. Ia memerintahkan pengawalnya untuk mencarinya. Dan setelah hampir tiga hari mencari, raja berhasil menemukan putranya. Tetapi Pengeran buruk rupa enggan kembali ke istana karena di hutan ini dia mempunyai banyak sahabat yang menyayanginya. Raja pun membiarkan pangeran tinggal di hutan dan memerintahkan pengawalnya membawakan makanan untuk putranya setiap hari.

Meski tinggal di hutan, pangeran buruk rupa masih memikirkan rakyat di perbatasan. Tapi ia tidak lagi memiliki banyak makanan untuk dibagikan. Lagi pula ia takut akan mendapat perlakuan buruk jika melakukan kegiatan mulianya itu kembali.

Sepeninggal pangeran buruk rupa, rakyat di perbatasan tidak lagi menemukan makanan di depan rumahnya. Akan tetapi setelah beberapa lama mereka baru mengetahui jika selama ini seseorang yang meletakkan makanan di depan rumah mereka adalah pangeran buruk rupa yang pernah mereka sakiti beberapa waktu lalu. Mereka pun mencari pangeran buruk rupa dan menemukannya atas petunjuk kelinci. Mereka meminta maaf kepada pangeran buruk rupa dan mereka berjanji pula untuk tidak bergantung pada pemberian orang lain seperti yang mereka lakukan selama ini.

Akhirnya, pangeran buruk rupa, sang raja dan rakyatnya bersama-sama membangun negeri mereka. Mereka membuka perkebunan jeruk yang besar dan menjual jeruk itu ke negeri lain. Tidak ada lagi sebutan monster untuk sang pangeran, kini orang-orang lebih mengenalnya dengan sebutan pangeran jeruk.

* *

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Don`t copy text!