Main Hujan

Hujan turun deras. Air menggenangi jalan. Burung hitam berteduh di dahan pohon. Boy, kucing oranye-ku, memandangi hujan dari balik kaca jendela. Matanya tidak berkedip. Boy benci air.

“Mau main hujan-hujanan, Boy?”

Selalu ada kerinduan saat hujan turun; membuat perahu kertas, melayarinya di saluran air, mengikutinya sejauh seratus meter sebelum akhirnya kapal kertasku ditenggelamkan arus di sungai kecil; berseluncur dengan badan di atas rumput; bernyanyi atau berteriak sekeras-kerasnya tanpa merasa malu ada yang mendengar.

Aku ingat terakhir kali main hujan waktu usiaku tujuh tahun. Aku jatuh sakit besoknya. Sejak saat itu Ibu melarangku main hujan-hujanan.

Hingga saat ini, setiap kali turun hujan, aku hanya bisa memandangi hujan dari balik kaca jendela. Persis seperti yang Boy lakukan sekarang. Takut sakit hanya jadi alasan awal, lama kelamaan main hujan-hujanan dianggap kekanak-kanakan.

Tetangga di seberang rumahku baru saja pulang. Dia seorang perempuan muda yang cantik. Seorang pekerja keras. Seorang pegawai bank. Seorang yang pernah kutaksir. Dia mengeluarkan belanjaannya dari dalam mobil dan bergegas membawanya ke dalam rumah. Tiga rumah dari situ, dua anak kembar sedang bermain hujan-hujanan. Menikmati hujan tanpa merasa malu pada orang lain.

Ah, kita kadang-kadang lupa betapa menyenangkannya main hujan. Kita selalu disibukkan dengan pekerjaan dan dituntut untuk selalu menjadi dewasa. Oleh istri, orang tua, saudara, tetangga, teman kantor, atau bahkan orang yang tidak kita kenal. Jika tidak, maka kita akan dianggap aneh. Atau, kekanakkan. Lagi pula, siapa yang mau bergaul dengan orang yang sikapnya kekanakkan?

Di luar, hujan tidak bertambah deras atau memelan, kabut air menari-nari ditiup angin. Tidak ada kilat, hanya gemuruh petir yang terdengar sesekali. Aku membuka pintu, angin dingin menyergap tubuhku. Aku melepas baju, melemparnya ke kursi teras, melompat ke halaman dan berseluncur di atas rumput licin dengan badanku.

Jadi begitulah. Tuntutan menjadi dewasa sering kali membuatku lupa bahwa, usiaku masih delapan tahun.

*      *      *

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Don`t copy text!