Kucing Mr. Harker

Mr. James Harker sedang membaca koran ketika ia merasakan ada sesuatu yang berbulu menyentuh kakinya. Ia menurunkan korannya, kemudian menengok ke bawah. Ada seekor anak kucing sedang mengusap-usap diri di kakinya.

Ia melipat korannya, meletakkannya di atas meja, lalu diangkatnya anak kucing itu. Diperhatikannya. Kuberitahu, anak kucing itu jenis Bristish Shorthair. Tetapi Mr. Harker tidak tahu menahu tentang kucing. Ia baru kali ini melihat wajah kucing yang mirip dirinya; badannya gemuk, bulu-bulunya pendek, kepalanya bulat, wajahnya cemberut. Tetapi Mr. Harker tidak secemberut itu. Ia juga banyak tersenyum.

“Anak kucing yang bagus, Mr. Harker!” seru Mary, bocah perempuan enam tahun tetangganya yang baru pulang dari taman. Dia mengusap-usap kepala dan badan si kucing dengan lembut.

“Ini bukan milikku,” kata Mr. Harker. “Kau mungkin tahu siapa pemiliknya?”

Mary mengangkat kedua bahunya. “Kau akan memeliharanya, kan? Kau harus memeliharanya. Kalau ibuku membolehkan, aku pasti akan memeliharanya. Ibuku alergi bulu kucing.”

“Mungkin. Aku akan memeliharanya sampai ia bertemu pemiliknya.”

Mary melompat-lompat sambil bertepuk tangan. “Kau sudah memberinya nama?”

“Ada ide?”

“Ia jantan?”

Mr. Harker mengintip bokong si anak kucing. “Kurasa.”

“Namanya Charlie. Kautahu, ia seekor British Shorthair.”

“Itu sangat … Inggris.”

“Hai Charlie!”

“Meong.”

Begitulah awal pertemuan Mr. Harker dengan Charlie si anak kucing. Pada saat kuceritakan ini, Mr. Harker berusia enam puluh sembilan tahun dan baru pasang ring jantung yang kedua belas dua pekan lalu. Ia sudah menjalani pengobatan medis selama tiga tahun sejak serangan jantung pertamanya. Sejak saat itu ia rutin minum obat darah tinggi, obat kolesterol, dan vitamin, sedangkan obat-obatan lainnya diminum sesukanya.

Sebetulnya, masalah Mr. Harker lebih dari sekedar kesehatan fisik. Kesendiriannya, jauh dari anak dan cucunya kadang-kadang membuatnya stress. Ia benci saat asam lambungnya kambuh, yang disebutnya seperti mau mati.

Dokternya bilang hewan peliharaan bisa mengobati stres-nya. Ia tidak berpikir saran dokter itu bisa berguna. Pasalnya, ikan mas yang dipeliharanya sama sekali tidak membantunya—ia akhirnya memberikannya kepada Mary. Namun, memelihara British Shorthair terdengar keren, karena sepertinya ini sejenis kucing bangsawan. “Harganya pasti sangat mahal,” kata Mr. Harker, berpikir akan memamerkannya pada Jane nanti.

Jane adalah teman masa kecilnya yang tinggal ujung jalan bersama anak bungsu dan cucu laki-lakinya. Jane pernah menyukai Mr. Harker dulu sekali. Sayangnya, sering kali masalah-masalah kecil membuat keduanya bertengkar. Terakhir, ia bertengkar dengan Jane karena anjing pudel milik Jane berak di halaman rumputnya.

Kalau diingat-ingat, sebab musabab mereka berselisih bermula dari kesalah pahaman empat puluh tahun lalu ketika James Harker muda menikahi Rose, teman baik Jane. Harker yang menyukai Jane tidak pernah menyatakan cintanya, padahal Rose sering dibisiki Jane kalau Jane menyukai James. Jane bahkan pernah menulis surat untuk James. Dia menitip surat itu pada Rose. Ketika Rose menikah dengan James, Jane bersikap biasa saja dan menganggap James memang tidak menyukainya. Sampai suatu hari, kira-kira dua puluh empat atau dua puluh lima tahun lalu, James Harker mengatakannya pada Jane. Saat itu keduanya sedang berada di tengah pertengkaran anak-anak mereka yang sedang memperebutkan anak laki-laki yang sama di sekolah.

“Putriku yang seharusnya berpacaran dengan bocah itu, James,” kata Jane.

“Putriku jauh lebih cantik dari anakmu,” balas Mr. Harker.

“Siapa yang mau dengan anak berpenampilan kuno?” tanya Jane tidak mau kalah. “Beruntung aku tidak menikahimu dulu.”

“Aku yang beruntung,” kata Mr. Harker. “Sejujurnya, aku menyesal pernah menyukaimu.”

“Tunggu. Apa? Kau pernah menyukaiku?

“Kenapa? Rose tidak memberitahumu?”

“Maksudmu?”

“Tidak. Lupakan saja.”

“Sial, James, padahal aku dulu juga menyukaimu. Kau tidak menerima suratku?”

“Surat apa?”

“Yang kuberikan pada Rose.”

“Jadi, kau menuduh Rose sengaja tidak memberikannya padaku?”

“Aku tidak menuduhnya. Hanya …”

“Hanya apa?”

“Aku hanya tidak habis pikir kenapa kau tidak menerima suratnya.”

“Istriku sudah meninggal, Jane. Aku beruntung bisa menikahinya. Kautahu kan, kami terpisah karena kematian. Bukan perceraian.”

“Jangan ungkit-ungkit masalah itu!”

“Kenapa tidak? Kau barusan bilang kau pernah menyukaiku, dan aku pernah menyukaimu. Aku tidak bisa membayangkan pernikahanku berakhir dengan perceraian.”

“Dasar kau!”

Jane menikah tiga kali dan tiga kali pula dia bercerai. Dia tidak bangga dengan itu, tapi tentu saja dia menyesal tidak menikah dengan Harker.

Sekarang, Mr. Harker tidak perlu lagi bertengkar soal Betsy, anjing pudel putih milik Jane, yang suka berak di halaman rumahnya. Karena, ketika itu terjadi, Charlie dengan sigap berlari keluar dan memberi pelajaran kepada Betsy. Dan sementara Charlie mengejar-ngejar Betsy, Mr. Harker senyum-senyum sendiri dari balik jendela sambil memandangi Jane yang sedang marah-marah.

“Anak kucing sialan ini punyamu, Harker?!”

Mr. Harker suka memperhatikan Charlie yang sedang tidur di rumput halaman pada pagi hari, menggigit-gigit rumput, atau mengejar kupu-kupu. Charlie punya tempat tidur sendiri yang dibelinya di toko serba ada, akan tetapi Charlie lebih sering tidur di sofa atau tiba-tiba berpindah ke ranjang dan tidur di sampingnya. Charlie menemaninya di waktu-waktu santai yang diisinya dengan menonton TV atau baca koran. Kadang-kadang ia, entah disengaja atau tidak, bicara dengan Charlie.

“Aku tidak pernah percaya politisi,” kata Mr. Harker sewaktu menonton debat calon presiden di TV.

“Meong.”

“Kau mau popcorn, Charlie?”

“Meong, meong.”

Mr. Harker menafsirkan satu kali ‘meong’ artinya ‘iya’, sedangkan dua kali ‘meong’ artinya ‘tidak’.

Pada Minggu pagi Mr. Harker dan Charlie pergi ke taman, namun bukan untuk bermain catur melawan klub catur SMA seperti yang kadang-kadang dilakukannya. Ia berharap Charlie bisa bertemu pemiliknya di sana, karena banyak orang-orang yang pergi ke taman di Minggu pagi. Ia memang menyukai Charlie, akan tetapi, ia berpikir bahwa di suatu tempat ada seorang anak kecil yang sedih yang merindukan anak kucing kesayangannya.

Mr. Harker membiarkan Charlie berlari kesana-kemari di taman tanpa tali tuntun. Ia melihat Jane ada di sana bersama anjing kecilnya, dan berusaha sebisa mungkin menghindari berpapasan dengannya. Charlie yang sedang mengejar-ngejar gelembung sabun jadi pusat perhatian orang-orang. “Kucing yang menggemaskan,” kata seorang perempuan berambut merah dengan earbuds. Tidak sedikit dari mereka yang berhenti joging untuk menyapa, mengelus, atau menggendong Charlie. Menjelang siang, tidak ada seorang pun yang mengklaim sebagai pemilik Charlie, dan mereka pun kembali ke rumah.

Mereka pergi ke taman lagi hari Minggu depannya, hari Minggu setelah itu, dan dua hari Minggu berikut. Setelah dipastikan tidak menemukan siapa pemilik Charlie sebenarnya, Mr. Harker menyatakan bahwa Charlie resmi jadi bagian keluarga Harker. Jadi, ketika anak dan cucunya datang berkunjung, Mr. Harker dengan bangga memperkenalkan Charlie Harker kepada mereka. Selanjutnya, Charlie jadi alasan tiga cucu Mr. Harker lebih sering datang ke rumahnya. Dan gara-gara Charlie juga, rumah Mr. Harker jadi sering dikunjungi teman-teman Mary. Mereka bilang, Charlie kucing yang mudah diajak main, suka menari dan mau melakukan apa saja.

“Angkat kaki kanan depan, Charlie!” perintah salah seorang anak laki-laki berambut keriting.

“Meong,” sahut Charlie, mengangkat kaki kanannya.

Mr. Harker tidak merasa risih, malahan senang rumahnya jadi ramai sampai-sampai mengganggu Mr. Nolan yang tinggal di sebelah.

“Bisakah anak-anak itu diam, James!” teriak Mr. Nolan.

“Maaf John!” balas Mr. Harker. “Aku tidak bisa mendengarmu!”

Jane, yang tinggal di ujung jalan, bahkan ikut kesal lantaran pernah melihat Tommy, cucunya, mau saja disuruh Mr. Harker memotong rumput halamannya demi bisa bermain dengan Charlie.

Sekarang, Mr. Harker tidak kesepian lagi. Ia merasa jauh lebih sehat dari sebelumnya, sehingga ia bisa pelan-pelan meninggalkan obatnya, walaupun dokternya menyuruhnya untuk terus rutin meminum obatnya.

*

Pada suatu Minggu pagi yang cerah penyakit jantung Mr. Harker kambuh lagi. Tapi bukan karena ia tidak minum obat, melainkan gara-gara Charlie. Saat itu ia sedang mengajak Charlie jalan-jalan di taman seperti biasanya. Tidak ada tanda-tanda Charlie tidak betah di rumah atau sesuatu yang membuatnya murung. Charlie selalu terlihat riang di wajahnya yang cemberut.

“Kau duluan, Charlie! Aku akan menyusulmu!” seru Mr. Harker sembari mengambil video Charlie dengan ponselnya untuk diunggah ke Instagram nantinya.

Tapi ia tidak melihat Charlie begitu tiba di taman. Ia mencarinya selama dua jam, yang diisi dengan bertanya-tanya kepada orang-orang—termasuk Jane yang senang akhirnya kucing itu pergi—melongok ke sudut-sudut taman dan jalan-jalan setapak, dan duduk menanti Charlie di bangku taman. Setelah satu jam, ia memutuskan untuk kembali ke rumah sambil berharap Charlie ada di sana. Di jalan, ia bertanya pada Mary dan beberapa anak yang ditemuinya, tapi tidak ada satu pun yang melihat Charlie.

“Apakah Charlie hilang, Mr. Harker?” tanya Sean.

“Kuharap tidak,” jawabnya pelan.

Ia terpikir untuk memasang poster ‘Apakah Kau Melihat Charlie?’ di Instagram. Ia sering melihat poster-poster serupa di media sosial dan tidak jarang orang-orang menemukan kembali hewan peliharaan mereka yang hilang. Ia akan melakukannya jika Charlie tidak ditemukan hari itu, atau memasang poster di pohon dan di halte bus, atau mungkin lapor ke polisi. Ia juga berpikir kalau ia terlalu berlebihan mengkhawatirkannya. Karena itu ia mencoba berpikir positif. Mungkin Charlie sedang bermain-main dengan anak tetangga, atau sudah menemukan teman baru. Atau, mungkin Charlie sudah ada di dalam rumah, sedang mengetuk-ngetuk mangkuk makanannya.

Namun, bukannya menenangkannya, pikiran-pikiran tersebut malah semakin membebaninya. Stress membuat penyakitnya kambuh. Mula-mula ia merasakan kepalanya pusing, kemudian rasa sakitnya menjalar ke perutnya yang seperti terbakar, jantungnya berdegup sangat kencang, dadanya sesak dan ia benar-benar kesulitan bernafas, penglihatannya memudar, kemudian gelap.

Ia jatuh dan pingsan di pinggir jalan. Ketika terbangun ia tidak memikirkan kenapa ia sudah berbaring di atas rumput, atau siapa yang memindahkannya. Tidak juga memedulikannya. Lagi pula, apa yang dipedulikannya jika ia tidak tahu apa yang terjadi padanya. Orang tua memang seperti itu, bukan? Kadang-kadang lupa pada peristiwa yang baru saja terjadi. Namun, apa yang terjadi pada Mr. Harker lebih dari sekedar lupa. Ia tidak ingat tentang hari kemarin atau hari sebelum itu, atau ketika masa lalunya berubah menjadi masa depannya. Ia tidak juga merasa ganjil dengan perubahan yang terjadi pada dirinya, yang jauh lebih sehat, bersemangat dan ringan. Ia hanya peduli pada sinar matahari yang menghangatkan tubuhnya dan perutnya yang lapar. Ia betul-betul sangat kelaparan.

Matanya membesar tatkala hidungnya mencium aroma masakan yang berasal dari rumah bercat putih di depannya. Ia akan senang jika pria pemilik rumah yang sedang bersantai di teras itu memberikan sedikit makanan untuknya. Ia suka apa saja yang berbau daging atau ikan. Ia menguap panjang, mengulet, bangkit, dan berjalan menuju tempat sang pemilik rumah duduk. Ia tahu cara mendapatkan makanan dari pria pemilik rumah tanpa perlu bekerja keras.

Pria pemilik rumah melipat korannya, menengok ke bawah, dan menemukan ada seekor anak di antara kakinya. Diambilnya anak kucing itu dan diperhatikannya. Anak kucing itu dari jenis Bristish Shorthair, akan tetapi pria itu tidak tahu menahu tentang kucing. Ia baru kali ini melihat wajah kucing yang mirip dirinya: badannya gemuk, bulu-bulunya pendek, kepalanya bulat, wajahnya cemberut. Tetapi ia tidak secemberut itu. Malahan ia banyak tersenyum.

Dari arah taman, seorang bocah perempuan berusia enam tahun, tetangga pria pemilik rumah, datang menghampirinya dan berseru,

“Anak kucing yang bagus, Mr. Harker!”

*      *      *

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Don`t copy text!